Tiga Guru Besar UIN Imam Bonjol Dikukuhkan

    Tiga Guru Besar UIN Imam Bonjol Dikukuhkan

    PADANG - Tiga Guru Besar (Professor) Universitas Islam Negeri Imam Bonjol (UIN IB) dikukuhkan Ketua Senat Prof. Dr. Duski Samad, M.Ag. Pengukuhan tiga guru besar itu dilaksanakan dalam rapat senat terbuka UIN IB itul, di SGS UIN IB Padang, pagi hingga siang Kamis ini (2/6/2022).

    Prof. Dr. Duski Samad Ketua Senat, berharap bahwa tiga guru besar sudah kukuh ini, dapat  berperan lebih. Tidak saja di kampus tapi juga ke luar kampus, yakni dapat berperan majukan bangsa dan negara terutama agama di samping mengembangkan UIN Imam Bonjol sesuai visi misinya. 

    Tiga guru besar yang dikukuhkan itu ialah Prof. Dr. Taufiqurrahman, M.Ag. M.Hum (Wakil Dekan Fakultas Adab dan Humaniora), Prof. Dr. Salma, M.Ag. (Fakultas Ushuluddin) dan Prof. Nelmawarni, M.Hum, Ph.D. (Dekan Fakultas Adab dan Humaniora). Sebelum dikukuhkan tiga guru besar itu diberi kesempatan masing-masing menyampaikan orasi ilmiah sesuai disiplin ilmunya.

    Dari pengamatan fikir.id, Tiga guru besar dalam orasinya itu pada perinsipnya menyampaikan pandangan hidupan intelektualnya serta pengalamannya. Pandangan mereka seperti menjawab harapan masyarakat termasuk harapan pemberi testimoni sekaitan kukuhnya tiga guru besar ini, yang pada perinsipnya seperti disebut Shofwan Karim, menjadi tokoh yang rahmatan lil’alamin.  

    Prof Taufiqurrahman: Budaya Peduli Kesejahteraan Orang Lain

    Prof. Dr. Taufiqurrahman, M.Ag M.Hum, dalam orasi ilmiahnya seperti mensosialisasikan budaya (prilaku) altruisme, yang peduli dan senang memberi bagi perbaikan kesejahteraan orang lain. Ia menjelaskan altruisme, merupakan prilaku kebajikan dan bernilai etika emas, mengutip al-Gazali berada pada level tertinggi sikap dermawan. 

    Dalam pandangan gagasan ini, kata Taufiqurrahman, sesorang tidak mendewakan harta meski amat dibutuhkan bagi kehihidupannya. Karenanya dalam pandangan ini, meski seseorang membutuhkan harta, namun tetap senang memberi orang lain, karena diyakini tidak mengurangi hartanya itu. Justru Allah akan menambah harta dan keberkatan hartanya itu. 

    Terkesan sekali, apa yang disampaikan Taufiqurrahman, mengajak dapat mengembangkan budaya senang memberi baik dalam bentuk benda maupun pelayanan yang bersifat jasa. Tentu saja sikap memberi itu, tidak hanya bagi orang lain, tetapi dimulai memberi yang terbaik untuk menyejahterakan keluarga baik harta dan jasa.

    Prof. Salma: Kodrat dan Martabat Perempuan di Minang

    Prof. Dr.  Salma, M.Ag, dalam orasi ilmiahnya, memberi pandangan penyadaran kodrat perempuan. Kaum hawa bagaimanapun kodratnya tetap menjadi perempuan: sebagai ibu dan isteri. Seaktif bagaimana pun wanita karier, dari perspektif Islam mesti menjadi ibu mendidik anak dan menjadi istri yang shalehah. Artinya Wanita boleh sibuk dengan kariernya di luar namun tugasnya sebagai ibu dan isteri shalehah tidak boleh diabaikan.

    Namun kata Salma, bahwa perempuan menjadi istri yang salehah tidak serta merta datang dari istri saja, tetapi juga berkaitan dengan pelaksanaan tanggung jawab suami kepada istri dan anaknya. Terkesan sekali, apa yang dikatakan Salma, suami semestinya merawat kebutuhan istri dan keluarganya sebagai bagian tanggung jawab. Artinya tidak pernah menciderai keluarganya. Sebab kalau istri dan keluarganya diciderai, meski dijatuhi hukum di pengadilan, namun pada perinsipnya tidak akan terhukum pengabaian tanggung jawabnya itu. 

    Karenanya dari pandangan Salma, mencari pasangan dan merawat keluarga tidak mudah. Ia mencontohkan berbagai kasus dalam mencari pasangan, termasuk melalui medsos terutama situs aplikasi mencari jodoh. Wanita mencari jodoh/ suami jauh lebih banyak dari pria mencari isteri. Namun setelah menjadi pasangan, semestinyalah menjadi istri dan suami yang baik. Kadang tidak saja suami, istri pun juga tak jarang diberitakan sering mengabaikan tanggung jawab. Kadang dangan jabatan perempuan yang tinggi disebut Salma seperti Professor, tidak jaminan pulan prilakunya setinggi jabatan dan ilmunya itu. 

    Karenanya adalah beralasan Salma berharap, dari perspektif adat dan Minangkabau genius, bahwa Minangkabau itu adalah ditakdirkan sebagai negeri untuk perempuan dalam mengangkat martabatnya. Dikukuhkan perempuan itu di Minangkabau berfungsi sebagai limpapeh rumah gadang. Karenanya pula kata Salma mengingatkan, bahwa posisi perempuan sebagai limpapeh rumah gadang, tak layak pindah tempat ke rumah tahanan alias penjara, katanya, karena akibat melalaikan tanggung jawab dan fungsinya.

    Pada bagian lain Salma menyebut, sebenarnya peranan perempuan tetap besar dan dihargai. Di negara diberi kuota politik duduk di legislatif. Harapan adalah suara perempuan juga dapat diakses publik dalam peningkatan peranannnya. Namun pada banyak kasus, suara perempuan sering pula terbungkam juga di lembaga itu dalam persandingannya dengan kaum lelaki. Kata Salma, ternyata pemberian kuota, tidak juga memberi jamin tersuarakannya suara pengembangang perempuan. 

    Demikian pula di bagian akhir, Salma menyebut peranan perempuan dalam memimpin misal di perusahaan, terdapat kenyataan, kadang ada perempun lebih sukses dari lelaki. Namun pada gilirannya diketahui perempuan juga memiliki keterbatasan. Karenanya kodrat perempuan tetap mesti senantiasa dipahami. 

    Prof. Nelmawarni: Minang Mengasas Adat ke Manapun Merantau 

    Kekuatan Minang di lain aspek dimunculkan guru besar Nelmawarni, MHum,  Ph.D dalam orasi ilmiahnya. Ia mengedepankan pandangan dalam perspektif sejarah peradaban, mengenai merantau dan jejaring sosial Minang dan rantaunya. 

    Nelmawarni memberi pemahaman, rantau Minang membawa adat sekaligus mengembangkan Islam. Yang punya tradisi merantau tidak saja Minang. Tahun 1930 Belanda sudah mencatat setidak ada 5 suku bangsa yang punya tradisi merantau. Tradisi merantau itu di Indonesia kemudian menjadi budaya. Namun merantau dalam tradisi Minang lebih dikenal. Mereka punya filosofi eksklusifisme di rantau, yakni di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Artinya lebih kuat beradaptasi. 

    Nelmawarni dengan suara MC-nya yang vocalis jelas dan lugas, ia menyitir beberapa konsep merantau termasuk konsep Mochtar Naim yang sering dikritik hanya sebatas konsep rantau dalam pengertian diaspora, tidak rantau yang berakar pada konsep merantau dalam perspektif adat Minang yang identik dengan pembentukan nagari baru di lahan yang baru dan membawa suku dan melahirkan hak-hak asal usul dan sako pusako salingk kaum. Ia mengambil contoh fenomena perantau ke semenanjung, khusus ke Negeri Sembilan. 

    Orang Minang merantau ternyata kata Nelmawarni, tidak sebatas “merantau bujang dahulu/ di rumah berguna berlum” (dalam kontek diaspora-pen), tetapi mereka mengasas (mendirikan) adat perpatih dan dipertahankan dengan kekuasaan mendirikan kerajaan, di samping dikukuhkan dengan ulayat yang diterokanya di rantau itu. Bahkan mereka merantau membawa pemangku adat dalam mengasas adat, dan membawa guru agama dalam mengembangkan Islam. 

    Nelmawarni menyebut beberapa nama ulama dan tokoh adat yang dibawa ke rantau di antaranya disebut Syekh Makdum sebagai guru agama. Juga membawa tokoh/ pemangku adat disebut di antara Datuk Leteh berasal dari Batuhampar, disebutnya sebagai pertama masuk. Juga menyusul Dt Lelah Belang dari Batu Belang dan datuk-datuk lainnya yang kemudian bermukim di kampung yang nomenklatur suku-suku Negeri Sembilan itu sama dengan nama beberapa Nagari di 50 Kota. 

    Dari penjelaskan Nelmawarni, mengesankan rantau asal Negeri Sembilan itu dari Minang awalnya dominan dari 50 Kota. Nama besar Pagaruyung – Minangkabau terdapat di dalamnya. Fenomena ini membuktikan, Pagaruyung dulu sama menyebut Padang sekarang. Ketika menyebut 50 Kota, berada dalam Pagaruyung dulu, atau sekarang Ketika menyebut 50 Kota masuk Padang juga, meski lain kabupaten/ kota.

    Jaringan Rantau Minang itu, di Negeri Sembilan pun Ketika terjadi perluasan rantau,  senantiasa membawa dan mengasas adat perpatih. Ketika beraja  ke Johor dan berpangkal Malaka, jejaring rantau itu sudah terbentuk kuat. Jejaring itu sudah terlihat sejak awal menjemput raja ke Minangkabau. Bermula dari Raja Ibrahim kemudian raja Melewar sampai berdiri Negeri Sembilan Darul Khusus. Jejaring Negeri Sembilan semakin kuat. Hidup bersuku seperti di Minang, karena sejak awal diasas adat perpatih di rantau, kecuali di Port Diction, sebut Nelmawarni.

    Jejaring Negeri Sembilan, disebut Nelmawarni jejaring rantau Mminang, berkembang. Pindah ke kawasan lain, tetap membawa adat perpatih. Di rantau diasas adat dan dipakai nilainya, mematrikan kuasa dengan kerajaan dan melanjutkan sistem kekerabatan matrilineal. Terasa benar jaringan itu wujud dalam berpuak, bersuku dan berrnagari lainnya. Justru sudah digaris dalam jejaring petiti lama sebelum wujud Negeri Sembilan: Beraja ke Johor, Bertali ke Siak dan Bertuan ke Minangkabau. 

    Kasubdit Kelembagaan dan Kerjasama Diktis Kemenag RI: Berharap banyak Lahir Prof di UIN IB
    Mewakili Menag RI Kasudit Kelembagaan dan Kerjasama Diktis Kemenag RI, berharap dari dan setelah guru besar ini kukuh, lahir pula gagasan besar, dan menjadi role model, berjiwa besar, mau mendampingi dan membimbing calon guru besar terutama untuk menulis jurnal. Kita berharap setelah ini semakin banyak lahir guru besar di UIN Imam Bonjol Padang, kata Kasubdit,
    Menjadi guru besar sebenarnya bukan kepentingan pribadi saja tetapi lebih besar kepenting UIN. Dimaksudkan agar UIN bisa bersaing dengan perguruan tinggi lainnya di dunia, kata Kasubdit memotivasi.

    Kasudit menjelaskan, bahwa pangkat tertinggi bagi dosen adalah professor, bukanlah jabatan rektor. Jabatan Rektor adalah jabatan tambahan bagi dosen. Karenanya untuk menjadi professor harus diciptakan empat kesucian. Pertama kesucian intelektual, bersih dari cacat plagiasi untuk publikasi jurnal syarat guru besar di samping buku yang ditulis. Kedua kesucian finansial, tak ada catatan bpk. Ketiga kesucian biologis, bebas dari isu moral dan Keempat, kesucian ideologis, dimaksudkan bahwa pelaksanaan tugas guru besar, mencakup pelaksanaan pendidikan mencerdaskan anak bangsa menjadi warga yang mencintai Indonesia.

    Rektor Prof. Martin: Beri kuota besar guru besar

    Di akhir perayaan pengukuhan guru besar selama sidang senat terbuka, Rektor UIN Imam Bonjol menyampaikan amanat. Rektor Prof. Dr. Martin Kustati, M.Pd menjawab harapan Kasubdit Diktis bahwa di UIN Imam Bonjol segera lahir banyak professor. Kata Rektor melalui Kasubdit kami mohon, diberi kuota lebih besar untuk menjadi guru besar di UIN Imam Bonjol. 

    Dalam memberi reward kepada semua yang menghadiri pengukuhan guru besar ini, Rektor menyebut khusus unsur awak media. Kami mebutuhkan jasa berita positif rekan wartawan, untuk turut membesarkan UIN Imam Bonjol, harap Rektor Martin. 

    Demikian pula kepada tiga guru besar yang sudah dikukuhkan, dihargai sekali, dapat memberi dukungan terhadap pengembangan kampus unggul sesuai visi misi.  Tebarlah jangkar, memberi kontribusi pemikiran ke tengah masyarakat baik persoalan hukum, pemikiran Islam, serta pewarisan nilai sejarah peradaban Islam sesuai disiplin tiga guru besar. Di samping itu, diharapkan upaya bersama berkontribusi kearah percepatan wujud UIN Imam Bonjol menjadi perguruan tinggi unggul dan kompetitif itu, kata Rektor mengakhir sambutannya. (Yulizal Yunus)

    UIN Imam Bonjol Padang Sumbar
    Tony Rosyid

    Tony Rosyid

    Artikel Sebelumnya

    Wujud Kerjasama Ranah dan Rantau, Pembangunan...

    Artikel Berikutnya

    Usai 14 Ditutup, Pasar Ternak Batusangkar...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Hendri Kampai: Jika Anda Seorang Pejabat, Sebuah Renungan dari Hati ke Hati
    Hendri Kampai: Indonesia Baru, Mimpi, Harapan, dan Langkah Menuju Perubahan
    Hendri Kampai: Kualitas tulisanmu adalah kualitas dirimu

    Ikuti Kami