SUMBAR, - Mewariskan silek (silat) kepada generasi muda merupakan cara terbaik menjaga tradisi Minangkabau. Tanpa terus dibumikan, bukan tidak mungkin, Silek akan terguras zaman hingga hilang ditelan masa.
Daswippetra Dt Manjinjiang Alam mengatakan, silek merupakan pakaian atau sisampiang Niniak Mamak di Minangkabau yang menggambarkan tentang keluasan pengetahuan pemimpin adat.
"Ilmu pengetahuan yang lahir dari pemahaman, dari naluri yang paling dalam, menjadi pakaian Niniak Mamak yang bisa menyelesaikan berbagai persoalan. Kusuik kamanyalasai, karuah nan ka manjaniahkan. Hakikat silek adalah solusi dan jalan keluar, artinya menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam, " katat tokoh adat Kota Solok itu.
Hal itu disampaikan Daswippetra yang juga Anggota DPRD Sumbar itu dalam Bimtek Peningkatan Kapasitas Adat bertema “Lestarikan Silek, Membangun Jati Diri”. Kegiatan yang berlangsung di Bukittinggi pada 23 hingga 25 Mei 2022 itu diikuti oleh 60 orang peserta yang berasal dari Kota Solok, Kabupaten Solok dan Solok Selatan.
Menurut Dt Manjinjiang Alam, Silek merupakan metode pendidikan klasik di Minangkabau yang sarana pendidikannya adalah surau atau musala dan sasaran. Surau tempat menimba ilmu agama dan pengetahuan. Sedangkan sasaran silek berfungsi sebagai sarana untuk melahirkan para pandeka. "Pandeka (pendekar) itu berarti pandai aka, cerdas, arin dan bijaksana, " katanya.
Dalam belajar silek, setidaknya ada 6 syarat yang perlu ditunaikan oleh calon pandeka. Pertama beras sesukat, kain putih sekabung, sebilah pisau, uang sakupa, tujuh jarum dan siriah langkok (lengkap).
Baca juga:
Randai Ngalau Nan Sati Kota Sawahlunto
|
Kemudian, silek juga sarana untuk membentuk karakter generasi muda Minangkabau. Hal ini disimbolkan dengan tujuh nama tokoh. Pertama, Dt Suri Dirajo yang menjadi simbol kearifan dan kebijaksanaan. Kedua, Cati Bilang Pandai yang menjadi simbol keluasan pengetahuan dan wawasan.
Ketiga, Dt Tanjejo Gurano simbol kedalaman ilmu. Keempat, Harimau Campo simbol ketangkasan. Kelima, kambing hutan simbol kelincahan. Kemudian, kucing siam sebagai simbol keringanan dan anjing mualim simbol ketajaman naluri. "Tujuh simbol ini akan dimiliki generasi Minang jika telah menguasai silek secara utuh, " katanya.
Selain itu, silek juga berperan penting di nagari (desa). Filosofi silek jelas mempersiapkan generasi cerdas dan tangguh dalam menghadapi semua tantangan hidup. "Induk dari sejumlah kesenian anak nagari juga berasal dari silek. Seperti randai, tari piriang, mamancak hingga sipak rago. Silek ini harus dilestarikan, " katanya.
Terakhir yang paling penting adalah silek dapat mengantarkan manusia kepada hakikat dari kehidupan itu sendiri. Seperti falsafahnya "Lahia silek silaturahmi, bathin silek mangana (mengingat) diri". Kemudian, "Lahia silek mancari kawan, bathin silek mancari Tuhan".
"Menjaga silek berarti memberi kontribusi terhadap pemajuan budaya. Silek harus terus dihidupkan sesuai dengan zamannya, " katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Syaifullah mengatakan, Pemprov Sumbar terus berkomitmen menjaga semua tradisi-tradisi Minangkabau, salah satunya silek. Hal ini telah menjadi komitmen Gubernur Sumbar Mahyeldi dan Wagub Sumbar Audy Joinaldi.
"Pemprov Sumbar terus berupaya dan berkomitmen menjaga semua tradisi dan nilai-nilai kearifan lokal. Ini adalah investasi untuk masa depan Minangkabau dan generasinya mendatang, " katanya.(**)